Kisah yang sangat indah, kisah dimana 2 (dua) sepasang anak
manusia yang telah dipertemukan di muka bumi ini. Memaknai arti hidup,
perjuangan, kerja keras, dan kesabaran 2 (dua) sosok manusia yang dipertautkan oleh
perasaan yang abadi dalam bingkai kebersamaan.
Dalam buku Habibie&Ainun,
mantan Presiden RI Bacharuddin Jusuf Habibie mengisahkan awal pertemuan dengan
istrinya, almarhumah Hasri Ainun Habibie. Sepulang studi di Jerman Barat selama
tujuh tahun, Habibie memberanikan diri mendekati Ainun yang mantan adik kelasnya
di SMA-Kristen, Bandung.
Dalam pertemuan itu Habibie tak
menyangka Ainun telah menjadi dokter berparas cantik. Padahal, saat sama-sama
masih duduk di bangku SMA, Habibie kerap mengolok Ainun yang gemuk dan hitam.
"Saya tak menyangka bertemu dengan Ainun, reaksi spontan saya, 'Ainun kamu cantik, dari gula jawa menjadi gula pasir!" tutur Habibie dalam buku karangannya itu.
"Saya tak menyangka bertemu dengan Ainun, reaksi spontan saya, 'Ainun kamu cantik, dari gula jawa menjadi gula pasir!" tutur Habibie dalam buku karangannya itu.
Diakui lulusan teknik mesin,
Institut Teknologi Bandung ini, ejekan demi ejekan yang dilontarkannya kepada
Ainun pada masa itu karena guru-guru di SMA mereka seringkali menjodohkan
keduanya. Ainun dikenal sebagai siswi yang pintar ilmu pasti, begitu pula
dengan Habibie.
"Yang menyinggung perasaan saya adalah terlalu sering diucapkan oleh guru di dalam kelas Ainun dan kelas saya bahwa saya dan Ainun pantas kelak menjadi suami isteri, sehingga keturunan kami menjadi pintar-pintar. Reaksi kami malu dan kawan-kawan saya sering membuat komentar tambahan yang menyinggung perasaan," ucapnya.
"Yang menyinggung perasaan saya adalah terlalu sering diucapkan oleh guru di dalam kelas Ainun dan kelas saya bahwa saya dan Ainun pantas kelak menjadi suami isteri, sehingga keturunan kami menjadi pintar-pintar. Reaksi kami malu dan kawan-kawan saya sering membuat komentar tambahan yang menyinggung perasaan," ucapnya.
Kala itu, malam takbiran, Rabu, 7
Maret 1962, pertemuan pertama setelah tujuh tahun lamanya ternyata menjadi
kenangan manis sepanjang masa bagi Habibie. Mata Habibie terpaku pada sosok
Ainun yang telah berubah drastis menjadi sosok wanita ayu dan terpelajar.
Habibie tak pernah gentar walaupun kawan-kawannya selalu mengejek ketidakpantasannya bersanding dengan Ainun. Dikatakan kawan-kawannya saat itu, Habibie tak akan mampu bersaing dengan lelaki yang sudah lebih dulu mengincar Ainun, seorang anak dari tokoh terkemuka, berpendidikan lebih tinggi, tampan dan berada.
Habibie tak pernah gentar walaupun kawan-kawannya selalu mengejek ketidakpantasannya bersanding dengan Ainun. Dikatakan kawan-kawannya saat itu, Habibie tak akan mampu bersaing dengan lelaki yang sudah lebih dulu mengincar Ainun, seorang anak dari tokoh terkemuka, berpendidikan lebih tinggi, tampan dan berada.
"Jikalau memang Ainun
ditakdirkan untuk saya dan saya untuk Ainun, maka Insya allah Ainun akan
menjadi isteri saya dan saya menjadi suami Ainun," tegasnya.
Maka, saat Hari Raya Idul Fitri,
Habibie mengunjungi rumah Ainun bersama keluarganya. Pada hari itu pula, dia
menyatakan perasaannya pada Ainun saat berjalan kaki menuju kampus ITB melewati
bekas sekolah mereka berdua di Jalan Dago, Bandung.
"Tanpa kami sadari waktu
begitu cepat berlalu dan kami berdua berpegangan tangan hingga tiba kembali ke
rumah Ainun," kisahnya.
Singkat cerita, akhirnya 2 (dua)
anak manusia ini sering bertemu hingga keduanya memberanikan diri untuk maju
dan mengikrarkan Cinta suci mereka. Kedua Keluarga Habibie dan Ainun larut
dalam suka cita yang begitu dalam, hingga kedua Keluarga tersebut mesti mulai
belajar meretas kerinduan dengan melepaskan kedua pasangan ini ke Jerman. Ainun
sendiri mesti mengorbankan pekerjaan medis yang selama ini digelutinya di RS UI
dan ikut menemani Habibie untuk merajut mimpi dan cita bersama bagi keluarga
kecilnya dan untuk Bangsa dan Negaranya kelak. Satu hal yang tak pernah
disesali Ainun ketika itu, karena baginya kewajiban istri mengurusi segala
keperluan suaminya.
Di awal pertama kehidupan Habibie
dan Ainun di Jerman sangat serba berkecukupan, terkadang Habibie mesti lembur
hingga larut malam untuk menambah penghasilannya. Ainun pun mulai belajar
berhemat dan sesekali membuat baju ganti bagi suami dan dirinya sendiri untuk
mengurangi beban hidup. Terkadang pula Habibie mesti berjalan kaki ketimbang
naik bus untuk menghemat biaya transportasi, dan itu dilakukannya bukan hanya
sekali dua kali, terkadang berjalan di tengah timbunan salju yang menutupi
jalan hingga sepatu yang digunakannya kerapkali robek dan diperbaiki oleh
Ainun.
Habibie yang sering pulang larut
malam dikarenakan mesti lembur untuk mencukupi penghasilan rumah tangganya
(terutama untuk biaya asuransi Ainun di Jerman). Hal itu tidaklah membuat
Habibie letih dan berkeluh kesah apalagi menyerah akan cobaan yang dihadapinya,
ia malah tambah bersemangat ketika Habibie pulang kerumah dan disambut sebuah
senyuman oleh Ainun, bagi Habibie sendiri senyuman itulah yang terkadang
membuatnya tenang, tegar, dan damai dalam mengahadapi hidup ini. Ditambah lagi
Ainun tak pernah sedikitpun merasa curiga terhadap suaminya, karena komunikasi
dan kepercayaan memang mereka bangun dari awal serta keterbukaan dalam
mengambil sebuah pilihan.
Seiring berjalannya waktu,
kehidupan mereka mulai membaik. Habibie dan Ainun dikaruniai 2 (dua) orang
putra bernama Ilham Akbar Habibie dan Thareq Kemal Habibie. Prestasi Habibie
mulai diperhitungkan di dunia penerbangan khususnya di Jerman, hingga akhirnya
tersiar ke penjuru bumi ini. Banyak negara mulai mengajukan tawaran kerjasama
untuk menggunakan ide dan konsepnya, tak terkecuali Indonesia pada saat itu
dipimpin oleh Soeharto menginginkan Habibie segera pulang kampung dan
memperbaiki negaranya. Melalui Direktur PT. Pertamina DR. Ibnu Sutowo, Habibie
diajak untuk kembali dan memberikan sebuah karya bagi Bangsanya. Hingga pada
tahun 1974 Habibie kembali dari rantauannya di Jerman, dan menepati janjinya
kepada Presiden Soeharto untuk kembali dan berkarya bagi Bangsa dan Negaranya.
Pada tahun 1995 Habibie dan para teknokrat muda yang ikut membantu Habibie pada
waktu itu berhasil menghadirkan teknologi canggih pesawat terbang di ulang
tahun ke-50 HUT Republik Indonesia dengan nama N250-Gatotkaca.
Ditahun 2010, 12 tahun pasca
reformasi dan lengsernya Presiden Soeharto kala itu dan digantikan oleh
wakilnya yakni Habibie sendiri. Tak lama berselang Habibie pun juga mesti
beranjak dari kursi kekuasaannya dan digantikan oleh Gusdur.
Masa-masa kebersamaan Habibie dan
Ainun semakin lekat, namun pada akhirnya mesti dipisahkan oleh sebuah ketetapan
alam. Hingga akhirnya tepat pada pukul 17.30 waktu Muenchen tanggal 22 Mei
2010, hari itu menandai 48 tahun 10 hari waktu yang telah mereka lalui bersama
dengan suka cita bersama. Setelah melewati proses penyembuhan dan operasi yang
terus berulang selama tahun 2010, roh Ainun akhirnya dipanggil oleh Sang
Pencipta dan berpulang ke Rahmatullah serta meninggalkan jasadnya dipelukan dan
kucuran air mata yang tak tertahankan dari pasangan hidupnya. Sang teknokrat
itupun merasa kehilangan separuh jiwanya, yang meninggalkan dirinya ke tempat dimensi
yang lain. Bagi Habibie cintanya kepada Ainun adalah Manunggal, dipatri oleh
cinta yang murni, suci, sempurna dan abadi.
… kami berdua
suami-isteri dapat menghayati pikiran dan perasaan
masing-masing tanpa
bicara. Malah antara kami berdua terbentuk
komunikasi tanpa
bicara, semacam telepati…
… saya bahagia
malam-malam hari berdua di kamar: dia sibuk diantara
Kertas-kertasnya yang
berserakan di tempat tidur, saya menjahit, membaca
Atau berbuat yang
lainnya. Saya terharu melihat ia pun banyak membantu
Tanpa diminta: mencuci
piring, mencuci popok bayi yang ada isinya…
(Hasri Ainun Habibie)
… terimakasih Allah,
Engkau telah menjadikan Ainun dan Saya
Manunggal Jiwa, Roh,
Bathin, dan Hati Nurani kami melekat pada Diri Kami
Sepanjang masa
dimanapun Kami berada…
(Doa B.J. Habibie)
Sumber:
http://sosok.kompasiana.com/2012/12/16/belajar-filosofi-cinta-habibie-dan-ainun-516496.html
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/191483-awal-kisah-cinta-abadi-habibie-ainun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar